Sunday, June 30, 2013

Keterkaitan Abnormalitas dengan Motivasi, Stress dan Gender

Abnormalitas:

  • Istilah – istilah lain dari psikologi abnormal atau sering juga disebut perilaku abnormal atau abnormal behaviour adalah perilaku maladaptive kemudian ada yang menyebutnya mental disorder, psikopatology, emotional discomfort, mental illness atau gangguan mental.
  • Abnormalitas dapat di definisikan sebagai hal yang jarang terjadi atau penyimpangan dari kondisi rata-rata (seperti tinggi badan yang ekstrem). Menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI), abnormalitas adalah tidak sesuai dengan keadaan yang biasa, tidak normal dan mempunyai kelainan.
  • 1. Perilaku yang tidak biasa
    Perilaku yang tidak biasa disebut abnormal . Hanya sedikit dari kita yang menyatakan melihat atau mendengar sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Hal seperti itu hamper dikatakan abnormal dalam budaya kita.
    2. Perilaku yang tidak dapat diterima secara social atau melanggar norma sosial.
    Setiap masyarakat memiliki norma – norma / standar yang menentukan jenis perilaku yang dapat diterima dalam beragam konteks tertentu. Perilaku yang dianggap normal dalam satu budaya mungkin dianggap abnormal dalam budaya lain. Satu implikasi dari mendasarkan definisi dari perilaku abnormal pada norma social adalah bahwa norma – norma tersebut merefleksikan standar yang relative bukan kebenaran universal.
    3. Persepsi atau tingkah laku yang salah terhadap realitas
    Biasanya sistem sensori dan proses kognitif memungkinkan kita untuk membentuk representasi mental yang akurat tentang lingkungan sekitar.
    4. Orang – orang tersebut berada dalam stress personal yang signifikan
    Kondisi stress personal yang diakibatkan oleh gangguan emosi seperti kecemasan, ketakutan atau depresi. Namun terkadang kecemasan dan depresi merupakan respon yang sesuai dengan situasi tertentu.
    5. Perilaku maladaptive
    Perilaku yang menimbulkan ketidakbahagiaan dan membatasi kemampuan kita untuk berfungsi dalam peran yang diharapkan.
    6. Perilaku Berbahaya
    Perilaku yang menimbulkan bahaya bagi orang itu sendiri atau orang lain.
    V. FAKTOR – FAKTOR PENENTU ABNORMALITAS
    Sebab – sebab perilaku Abnormal dapat ditinjau dari beberapa sudut, misalnya berdasarkan tahap berfungsinya dan menurut sumber asalnya. Kedua macam penggolongan tersebut disajikan sebagai berikut :
    A. MENURUT TAHAP BERFUNGSINYA
    Menurut tahap – tahap berfungsinya, sebab – sebab perilaku abnormal dapat dibedakan sebagai berikut :
    1. Penyebab Primer ( Primary Cause )
    Penyebab primer adalah kondisi yang tanpa kehadirannya suatu gangguan tidak akan muncul. Misalnya infeksi sipilis yang menyerang system syaraf pada kasus paresis general yaitu sejenis psikosis yang disertai paralysis atau kelumpuhan yang bersifat progresif atau berkembang secara bertahap sampai akhirnya penderita mengalami kelumpuhan total. Tanpa infeksi sipilis gangguan ini tidak mungkin menyerang seseorang.
    2. Penyebab yang Menyiapkan ( Predisposing Cause )
    Kondisi yang mendahului dan membuka jalan bagi kemungkinan terjadinya gangguan tertentu dalam kondisi – kondisi tertentu di masa mendatang. Misalnya anak yang ditolak oleh orang tuanya (rejected child) mungkin menjadi lebih rentan dengan tekanan hidup sesudah dewasa dibandingkan dengan orang – orang yang memiliki dasar rasa aman yang lebih baik
    3. Penyebab Pencetus ( Preciptating Cause )
    Penyebab pencetus adalah setiap kondisi yang tak tertahankan bagi individu dan mencetuskan gangguan. Misalnya seorang wanita muda yang menjadi terganggu sesudah mengalami kekecewaan berat ditinggalkan oleh tunangannya. Contoh lain seorang pria setengah baya yang menjadi terganggu karena kecewa berat sesudah bisnis pakaiannya bangkrut.
    4. Penyebab Yang Menguatkan ( Reinforcing Cause )
    Kondisi yang cenderung mempertahankan atau memperteguh tinkah laku maladaptif yang sudah terjadi. Misalnya perhatian yang berlebihan pada seorang gadis yang ”sedang sakit” justru dapat menyebabkan yang bersangkutan kurang bertanggungjawab atas dirinya, dan menunda kesembuhannya.
    5. Sirkulasi Faktor – Faktor Penyebab
    Dalam kenyataan, suatu gangguan perilaku jarang disebabkan oleh satu penyebab tunggal. Serangkaian faktor penyebab yang kompleks, bukan sebagai hubungan sebab akibat sederhana melainkan saling mempengaruhi sebagai lingkaran setan, sering menadi sumber penyebab sebagai abnormalitas . Misalnya sepasang suami istri menjalani konseling untuk mengatasi problem dalam hubungan perkawinan mereka. Sang suami menuduh istrinya senang berfoya – foya sedangkan sang suami hanya asyik dengan dirinya dan tidak memperhatikannya. Menurut versi sang suami dia jengkel keada istrinya karena suka berfoya – foya bersama teman – temannya. Jadi tidak lagi jelas mana sebab mana akibat.
    B. MENURUT SUMBER ASALNYA
    Berdasarkan sumber asalnya, sebab – sebab perilaku abnormal dapat digolongkan sedikitnya menjadi tiga yaitu :
    1. Faktor Biologis
    Adalah berbagai keadaan biologis atau jasmani yang dapat menghambat perkembangan ataupun fungsi sang pribadi dalam kehidupan sehari – hari seperti kelainan gen, kurang gizi, penyakit dsb. Pengaruh – pengaruh faktor biologis lazimnya bersifa menyeluruh. Artinya mempengaruhi seluruh aspek tingkah laku, mulai dari kecerdasan sampai daya tahan terhadap stress.
    2. Faktor – faktor psikososial
    a. Trauma Di Masa Kanak – Kanak
    Trauma Psikologis adalah pengalaman yang menghancurkan rasa aman, rasa mampu, dan harga diri sehingga menimbulkan luka psikologis yang sulit disembuhkan sepenuhnya. Trauma psikologis yang dialami pada masa kanak – kanak cenderung akan terus dibawa sampai ke masa dewasa.
    b. Deprivasi Parental
    Tiadanya kesempatan untuk mendapatka rangsangan emosi dari orang tua, berupa kehangatan, kontak fisik,rangsangan intelektual, emosional dan social. Ada beberapa kemungkinan sebab misalnya :1. Dipisahkan dari orang tua dan dititipkan di panti asuhan, 2. Kurangnya perhatian dari pihak orang tua kendati tinggal bersama orang tua di rumah.
    c. Hubungan orang tua – anak yang patogenik
    Hubungan patogenik adalah hubungan yang tidak serasi, dalam hal ini hubungan antara orang tua dan anak yang berakibat menimbulkan masalah atau gangguan tertentu pada anak.
    d. Struktur keluarga yang patogenik
    Struktur keluarga sangat menentukan corak komunikasi yang berlangsung diantara para anggotanya. Struktur keluarga tertentu melahirkan pola komunikasi yang kurang sehat dan selanjutnya muncul pola gangguan perilaku pada sebagian anggotanya. Ada empat struktur keluarga yang melahirkan gangguan pada para anggotanya:
    1) Keluarga yang tidak mampu mengatasi masalah sehari-hari.
    Kehidupan keluarga karena berbagai macam sebab seperti tidak memiliki cukup sumber atau karena orang tua tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan secukupnya .
    2) Keluarga yang antisosial
    Keluarga yang menganut nilai – nilai yang bertentangan dengan masyarakat luas
    3) Keluarga yang tidak akur dan keluarga yang bermasalah
    4) Keluarga yang tidak utuh
    Keluarga dimana ayah / ibu yang tidak ada di rumah, entah karena sudah meninggal atau sebab lain seperti perceraian, ayah memiliki dua istri dll.
    e. Stress berat
    Stress adalah keadaan yang menekan khususnya secara psikologis. Keadaan ini dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab, seperti :
    1) Frustasi yang menyebabkan hilangnya harga diri
    2) Konflik nilai
    3) Tekanan kehidupan modern
    3. Faktor – Faktor Sosiokultural
    Meliputi keadaan obyektif dalam masyarakat atau tuntutan dari masyarakat yang dapat berakibat menimbulkan tekanan dalam individu dan selanjutnya melahirkan berbagai bentuk gangguan seperti :
    a. Suasana perang dan suasana kehidupan yang diliputi oleh kekerasan,
    b. Terpaksa menjalani peran social yang berpotensi menimbulkan gangguan, seperti menjadi tentara yang dalam peperangan harus membunuh.
    c. Menjadi korban prasangka dan diskriminasi berdasarkan penggolongan tertentu seperti berdasarkan agama, ras, suku dll
Motivasi:

  • Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya.[1] Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan.[2] Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan Y Douglas McGregor maupun teori motivasi kontemporer, arti motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Berbeda dengan motivasi dalam pengertian yang berkembang di masyarakat yang seringkali disamakan dengan semangat, seperti contoh dalam percakapan "saya ingin anak saya memiliki motivasi yang tinggi". Statemen ini bisa diartikan orang tua tersebut menginginkan anaknya memiliki semangat belajar yang tinggi. Maka, perlu dipahami bahwa ada perbedaan penggunaan istilah motivasi di masyarakat. Ada yang mengartikan motivasi sebagai sebuah alasan, dan ada juga yang mengartikan motivasi sama dengan semangat.
  • Keterkaitan Abnormal dengan motivasi:
    • jika kita merasa percaya diri dan motivasi dalam diri pun oke namun tiba-tiba ada yang membuat tidak percaya diri dan merasa abnormal, motivasi dalam diripun menurun dan itu sangat tidak baik. dan membuat percaya diri dan membangun motivasi dalam diri tak semudah membalikan telapak tangan. dan semuanya butuh proses.
Stress:
  • Stres adalah suatu kondisi anda yang dinamis saat seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting. Stress adalah beban rohani yang melebihi kemampuan maksimum rohani itu sendiri, sehingga perbuatan kurang terkontrol secara sehat.Stres tidak selalu buruk, walaupun biasanya dibahas dalam konteks negatif, karena stres memiliki nilai positif ketika menjadi peluang saat menawarkan potensi hasil. Sebagai contoh, banyak profesional memandang tekanan berupa beban kerja yang berat dan tenggat waktu yang mepet sebagai tantangan positif yang menaikkan mutu pekerjaan mereka dan kepuasan yang mereka dapatkan dari pekerjaan mereka.Stres bisa positif dan bisa negatif. Para peneliti berpendapat bahwa stres tantangan, atau stres yang menyertai tantangan di lingkungan kerja, beroperasi sangat berbeda dari stres hambatan, atau stres yang menghalangi dalam mencapai tujuan.Meskipun riset mengenai stres tantangan dan stres hambatan baru tahap permulaan, bukti awal menunjukan bahwa stres tantangan memiliki banyak implikasi yang lebih sedikit negatifnya dibanding stres hambatan.
  • Keterkaitan Abnormal dengan Stress:
    • jika mengidap abnormal, gampang sekali terkena stress. dan menganggap dunia itu jahat. lalu menutup diri. mengurung diri. sulit untuk membuka diri dan percaya pada orang lain. balik lagi, bagaimana kita harus pintar-pintar memotivasi diri.

Gender:
  • Gender dalam sosiologi mengacu pada sekumpulan ciri-ciri khas yang dikaitkan dengan jenis kelamin individu (seseorang) dan diarahkan pada peran sosial atau identitasnya dalam masyarakat. WHO memberi batasan gender sebagai "seperangkat peran, perilaku, kegiatan, dan atribut yang dianggap layak bagi laki-laki dan perempuan, yang dikonstruksi secara sosial, dalam suatu masyarakat."
    Konsep gender berbeda dari seks atau jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) yang bersifat biologis, walaupun dalam pembicaraan sehari-hari seks dan gender dapat saling dipertukarkan. Ilmu bahasa (linguistik) juga menggunakan istilah gender (alternatif lain adalah genus) bagi pengelompokan kata benda (nomina) dalam sejumlah bahasa. Banyak bahasa, yang terkenal dari rumpun bahasa Indo-Eropa (contohnya bahasa Spanyol) dan Afroasiatik (seperti bahasa Arab), mengenal kata benda "maskulin" dan "feminin" (beberapa juga mengenal kata benda "netral").Dalam isu LGBT, gender dikaitkan dengan orientasi seksual. Seseorang yang merasa identitas gendernya tidak sejalan dengan jenis kelaminnya dapat menyebut dirinya "intergender", seperti dalam kasus waria.Dalam konsep gender, yang dikenal adalah peran gender individu di masyarakat, sehingga orang mengenal maskulinitas dan femininitas. Sebagai ilustrasi, sesuatu yang dianggap maskulin dalam satu kebudayaan bisa dianggap sebagai feminin dalam budaya lain. Dengan kata lain, ciri maskulin atau feminin itu tergantung dari konteks sosial-budaya bukan semata-mata pada perbedaan jenis kelamin.
  • Ketertarikan Abnormalitas dengan Gender:
    • bisa mengidap berbagai syndrom-syndrom atau kelainan yang berhubungan dengan gen maupun gender. seperti down syndrom, dan kelainan gender. bisa dibentuk dari lingkungan atau memang bawain lahir.


sumber: